Senin, 20 September 2010

Belajar membuat tulisan yang baik

Beberapa hari libur lebaran ini saya lebih sering browsing ke berbagai web maupun blog untuk menambah wawasan. Dan ditemani seorang spesial saya, saya jadi lebih bersemangat dari pada browsing sendirian. Ini karena saya kadang tersesat di dunia maya mungkin karena minimnya pengetahuan saya dibidang IT. Jadi jika saya menemukan masalah biasanya saya bisa bertanya dan dia juga rajin ngasih tips berselancar di dunia maya ataupun tentang komputer.

Dia memiliki minat yang tinggi terhadap IT, internet, web design, menulis artikel di blog dan websitenya. Tidak kayak saya yang keseringan menjawab komen temen2 di facebook. Tapi karena dialah saya jadi terinspirasi juga untuk membuat website (sebenernya sih nulisin website yang dibikin sama dia).

Menurut saya bagusan tulisan-tulisan dia ketimbang saya, tapi karena dia terus mendorong saya untuk menulis, ya akhirnya keluar jugalah ‘pemikiran-pemikiran’ mendalam saya. Kalau bicara soal teori mungkin saya lebih berfalsafah dari pada dia. Tapi karena saya cuman bisa ngucapin lisan dan tidak menuliskannya, jadilah ide-ide itu beterbangan menguap bagai uap air yang lepas di udara (itu istilah dia yang saya ambil untuk ide yang tidak pernah dituliskan).

Pernah dia menawarkan alternatif pada saya untuk pemikiran-pemikiran yang ‘dibuang-sayang’ itu. Caranya yaitu dengan merekamnya. Kalau saya pikir-pikir, bener juga ya, kalau langsung lisan rasanya kata-kata indah nan puitis itu lebih mudah diucapkan. Sementara kalau dituliskan, jari-jari saya sudah siap menari-nari diatas tuts keyboard dengan lincahnya tapi ide itu tak kunjung keluar. Alat perekam harus standby selalu ditangan agar seketika ide lewat langsung ditangkap perekam.Cuman teknik yang satu ini kesulitannya saya tidak mungkin menenteng alat perekam atau hape kemana-mana, apa lagi harus cari-cari menunya lagi untuk merekam suara. Belum lagi kalau ada orang sekitar yang keheranan melihat saya yang rekam-rekam berbagai ‘teori ’. Wah bisa dianggap filosuf tanggung nih saya. Tapi kalau cuek sih tak masalah, sudah ada kok contoh penullis yang dianggap orang aneh. Kayak Raditya dika, dia selalu bawa laptop dan menulis dimanapun. Bahkan dia juga menulis di toilet!

Menulis adalah aktivitas yang identik dengan berpikir. Jadi saya selalu merasa kagum dengan para penulis terutama penulis-penulis best seller yang tulisannya itu mempunyai daya yang mampu menarik pembaca ke dalam dunia yang disajikannya dalam bentuk tulisan, melarutkan emosi pembaca sesuai dengan yang diinginkannya, dan mengaduk-aduk perut pembaca jika ada humor didalamnya. Tulisan mereka juga mempunyai jiwa yang bisa hidup di hati pembaca, penuh dengan inspirasi dan membuka cakrawala berpikir dan wawasan pembaca. Itulah tulisan-tulisan atau buku bergizi. Tapi saya yakin, karya manapun itu, baik itu sastra, seni, teknologi, harus dibuat dengan sepenuh hati, dengan memperhatikan detail-detail yang rumit, dan penuh pemikiran. Supaya ada ‘ruh’nya di dalam karya tersebut, maka sang penulisnya juga harus memberikan jiwanya, mendedikasikan hati, jiwa dan pemikirannya secara penuh. Ia harus mempunyai kemampuan fokus terhadap karyanya.

Kalau saya boleh membuat suatu teori sendiri mengenai tulisan yang layak konsumsi, ada beberapa hal yang diperhatikan untuk mendapatkan kesan bagi pembaca;
G. Gaya bahasa yang menarik, mengalir dan alurnya dapat dinikmati pembaca.
H. Harus ada nilai wawasan baru bagi pembaca
I. Informasi yang factual merupakan nilai plus
J. Jiwa humor yang spontan
K. Konsisten terhadap gaya dan karakter penulisan

Dan memang tidak ada yang mudah untuk menghasilkan sebuah karya yang mumpuni. Seseorang perlu motivasi yang kuat untuk melakukan sesuatu dan menyelesaikannya hingga tahap akhir. Kita juga harus mempunyai alasan yang kuat untuk mempertahankan motivasi hingga sampai kepada tujuan kita.

Selamat menulis.

Minggu, 19 September 2010

Satu Kebutuhan yang Hampir Terlupakan

Kehidupan yang penuh dengan rutinitas secara terus menerus akan menimbulkan kejenuhan. Jika kejenuhan tersebut muncul maka akan menyebabkan kurangnya daya kreatifitas, sulit mendapatkan inspirasi maupun solusi masalah. Hal ini tentusaja dapat mengganggu produktivitas kita dalam bekerja dan berkarya. Akibatnya, kita akan menemukan hambatan-hambatan untuk maju dan berkembang. Gejala-gejalanya seperti kebuntuan dalam mencari ide, solusi, dan sulit mengembangkan pola berpikir, sehingga yang kita rasakan adalah ketidaksabaran, tingkat tekanan meninggi, stress bahkan depresi.

Di Negara-negara maju, perusahaan-perusahaan swasta telah mengembangkan suatu metoda untuk menunjang produktivitas karyawannya dan menekan hambatan-hambatan psikologis dalam bekerja dengan cara memberikan tunjangan untuk berlibur. Malahan mereka tidak hanya memberikan tunjangan berupa uang tetapi memastikan karyawannya berangkat berlibur dengan memberikan dalam bentuk fasilitas akomodasi dan transportasi yang tidak bisa diuangkan. Perjalanan wisata ini diberikan ke tempat tujuan wisata ke luar daerah bahkan keluar negeri untuk karyawan dengan level tertentu.

Hal ini selain disambut baik oleh karyawan karena terbebas sejenak dari belenggu-belenggu rutinitas yang menjemukan. Sarana refreshing ini mereka manfaatkan untuk ‘meregangkan’ pundak mereka yang setiap hari dibebankan tuntutan-tuntutan peningkatan output dalam pekerjaannya. Sedangkan perusahaan juga mendapat keuntungan yaitu karyawan-karyawannya terbebas dari stress yang menyebabkan kebuntuan karyawan dalam problem solving dan ide-ide peningkatan efisiensi dalam operasional perusahaan.

Sedangkan bagi kita di Negara berkembang dan Negara dunia ketiga, berwisata masih dianggap sebagai suatu kemewahan atau kebutuhan tersier. Banyak diantara masyarakat kita yang mengaggap bahwa kebutuhan untuk refreshing bukanlah suatu hal yang dianggap penting dan manfaatnya juga tidak nyata secara langsung dilihat. Pemikiran ini memang sudah menjadi kebiasaan di masyarakat kita. Terbukti dengan banyaknya tempat-tempat yang mempunyai potensi wisata yang bagus, tidak dirawat, tidak dihargai dan diperdulikan.

Padahal Negara kita memiliki aset pariwisata yang sangat besar sekali bagai memiliki harta karun yang tertimbun, yang harus digali, dikembangkan, dan dikontrol pengembangan dan perawatannya langsung oleh pemerintah. Untuk membahas tanggung jawab siapa potensi wisata ini harus diserahkan, tentusaja hal ini bukan pembahasan yang sedikit. Untuk itu kita kembali fokuskan saja pada kebutuhan-kebutuhan psikologis manusia untuk merefresh kembali pikiran mereka dengan cara berwisata. Tentang bagaimana masyarakat kita kebanyakan tidak menganggap penting kebutuhan ini. Namun tidak semua masyarakat kita yang berpikir demikian, banyak juga masyarakat yang sudah menyadari kebutuhan pariwisata ini.

Pada dasarnya wisata tidak mengharuskan kita berkeliling ke luar negeri, ke daerah-daerah yang jauh, tetapi lebih penting daripada itu, kita harus terlebih dahulu mendefinisikannya sebagai suatu kebutuhan untuk melepaskan diri dari suatu rutinitas yang berkepanjangan. Ada banyak cara untuk melakukan aktivitas wisata ini, bahkan dengan budget yang kecil sekalipun. Intinya, kita melakukan aktivitas diluar rumah, diluar kebiasaan yang kita lakukan, ditempat yang tidak biasa kita kunjungi sehari-hari. Karena itulah kita tidak bisa menyeragamkan kebutuhan tempat wisata mana yang dibutuhkan orang satu dengan yang lainnya.

Bagi orang kota mungkin saja pergi ke pedesaan menghirup udara gunung yang menyegarkan, mendengarkan riak air sungai dan kicauan burung-burung di pertanian adalah tempat yang ideal untuk melepas penat di akhir pekan. Sebaliknya, bagi orang desa yang setiap harinya menyaksikan itu semua, apakah di akhir pekan mereka rela menghabiskan uang untuk perjalanan ke kampung tetangga dengan suasana dan pemandangan yang sama?

Tentu saja ada perbedaan di sini, orang kota kesehariannya melihat keramaian kota, berbagai macam jenis kendaraan dijalan raya, gedung perkantoran dan pusat perbelanjaan. Maka mereka mencari suasana yang berbeda dengan mendatangi tempat-tempat menarik di pedesaan. Sedangkan bagi orang desa yang rutinitasnya di sawah, sungai dan pegunungan, bisa jadi mereka akan merefresh diri mereka dengan memandang takjub kemegahan-kemegahan bangunan di perkotaan.

Hal ini harus dipandang dari dua sisi yang berbeda tanpa menyamakan esensi wisata ke arti yang sempit yaitu ke tempat-tempat yang berhubungan dengan alam. Oleh sebab itu masa sekarang orang membuat istilah yang lebih luas untuk pariwisata, seperti istilah wisata alam, wisata situs peninggalan bersejarah, wisata belanja, wisata kuliner, wisata alam pedesaan, wisata seni dan kebudayaan, dan sebagainya.

Bagaimana memandang wisata-wisata ini sebagai bagian kebutuhan dari kehidupan kita? Jika para pengguna computer mungkin sudah biasa dengan istilah menu atau tombol refresh untuk computer. Menu ini memang sengaja disediakan agar merapikan kembali processing komputer. Maka begitupun kita, setelah melakukan proses berpikir yang panjang dan bekerja yang melelahkan otak maupun otot, kita membutuhkan suatu sarana yang menyegarkan kembali ‘Central processing unit’ kita. Jika dijelaskan secara ilmiah, ketika kita berada pada tekanan tinggi, permasalahan yang rumit, dan rutinitas-rutinitas yang membuat jenuh, maka terdapat dalam tubuh kita reaksi-reaksi kimia yang terbentuk dengan sendirinya.

Output reaksi kimia ini berupa tingkat asam yang tinggi pada beberapa organ yang biasanya cepat diketahui pada organ lambung, otak dan organ lainnya. Jika tingkat kelelahan dan stres tinggi, maka berbanding lurus dengan peningkatan asam ini. Reaksi kimia ini terjadi dengan sendirinya, tubuh kita sendiri lah yang bereaksi menghasilkannya, apapun itu yang kita konsumsi dalam makanan.

Untuk itu diperlukan reaksi penetralan asam ini dengan cara memberikan waktu untuk tubuh masa-masa untuk menikmati hal-hal baru, pengalihan pikiran dari hal-hal yang menekan atau pembebasan pikiran. Jika ini sudah dilakukan maka ibarat menekan tombol refresh pada computer, perangkat keras kita akan lebih siap memproses lagi, menerima instruksi. Yang dalam kehidupan nyata, kita akan siap menghadapi berbagai tantangan-tantangan baru dan ide-ide cemerlang akan dengan mudah datang silih berganti. Nah, kegiatan wisata merupakan bagian dari aktifitas refreshing ini.

Melihat dunia dari sudut pandang seorang yang arif

Kisah berikut merupakan suatu penuturan yang dikemas secara lugas dan kontradiktif terhadap persepsi kebanyakan orang dalam memaknai hidup.Ini bukan lah tentang berpikir positif, konsep bersyukur, tapi benar benar pada inti makna kehidupan itu sendiri.

Hidup ini indah. itu yang selalu menjadi paham yang dianut seorang seniman sebuah negeri selatan. Konsep ini sudah tertanam dibenaknya setelah ia melakukan pencarian makna hidup dari berbagai pengalaman dan tempat tempat yang pernah dikunjunginya.

Ia berpikir bahwa tidak layak seorang manusia itu berkeluh kesah, bersedih, dan berputus asa. Jika dirunut dari awal, terciptanya kita di kehidupan dunia merupakan kasih sayang Tuhan. Ini merupakan suatu kebahagiaan bagi "calon" diri kita diawal awal kehidupan.

Kemudian kita terbentuk dari proses kasih sayang orang tua kita. Jika diantara kita ada yang mengelak dari pernyataan ini, mungkin karena tidak bangga kepada pemerkosa yang tidak bertanggung jawab, setidaknya kita tetap terlahir karena kasih sayang ibu yang mempertahankan janinnya hingga kelahiran. lalu kelahiran itu sendiri mendatangkan kebahagiaan orang- orang yang menantikan kelahiran kita.

Seluruh keluarga, sanak saudara merasa bersyukur atas kelahiran kita, dan mereka tersenyum karena satu generasi sudah ada penerus.Disaat kita masih kecil kita tidak dibiarkan begitu saja, ada orang orang yang berjuang buat kita, ada orang yang mengasihi, member makan, pakaian dan tempat tinggal untuk kita. Kemudian kita punya potensi, di dalam diri kita yang telah dipersiapkan Tuhan untuk bertahan hidup. Yaitu akal, yang dengannya kita belajar, mengasah kemampuan, berlatih dan bertindak untuk sesuatu yang disebut cara bertahan hidup.

Dan kita sudah difasilitasi untuk itu, belajar, bisa dari orang lain, dari mengamati alam sekitar dan dari perenungan. kemudian kita bekerja entah itu bekerja sendiri, untuk orang lain, ataupun suatu kerjasama dengan orang lain. Kesulitan tidak untuk dikeluhkan.

tapi jika kita bisa melihat dari sudutpandang bahwa jika dengan menempuh kesulitan itu kemudian saya berhasil, maka akan tercipta suatu perubahan ke arah yang lebih baik. Kadangkala saya merasa sebal dengan orang yang mengatakan; di dunia ini hidup tidak ada yang gratis. Penilaian itu tidak saya sukai karena ada tersirat nada kesinisan terhadap orang lain. cobalah kita menilai dengan cara begini:
Kita hidup. Kita ingin makan, kita punya modal untuk mendapatkannya yaitu dengan bekerja. Itupun bukan kita yang harus mengerjakan semuanya.

Ada petani yang menggarap tanaman padi dan sayurmayur, ada peternak yang membiakkan hewan ternak, ada nelayan yang menangkap ikan, dan semua siap bekerja sama untuk makanan kita. itulah menariknya, mereka melakukan satu bagian pekerjaan, kemudian yang lain melengkapi dan kitapun ikut di
dalamnya entah itu dengan uang, yang kita peroleh dari hasil bekerja. Yang kita kerjakan itupun merupakan kebahagiaan, bukan suatu beban.

Kita memiliki kebebasan untuk memilih hal hal yang senang kita lakukan, kita minat pada hal tersebut sehingga kita tekuni dan pekerjaan tersebut dihargai orang. Jadi ada prinsip saling berbagi disini. Rasakanlah indahnya, mereka berbagi untuk kita,kita berbagi untuk mereka, kita peroleh sayurnya, mereka peroleh dagingnya, sehingga ada variasi unik dalam kerjasama yang apik ini.

Coba bayangkan jika kita melakukan semuanya, jika tidak terfokus satu kemampuan maka tidak ada yang maksimal hasil yang kita kerjakan, dan kita akhirnya tidak mendapat apa apa.

Percayalah, bahkan jual beli itupun merupakan suatu bentuk cinta sesama. Bagaimana kita mengasihi yang lain, dan mereka juga memberikan sesuatu kepada kita. Jadi tidak perlu sinis dan merendahkan orang lain karena dengan alasan apapun, kita membutuhkan orang lain, mengasihi sesama, saling berbagi.

Tidak ada kata saling membenci, kita hidup untuk mengasihi, untuk merasa senang dan bahagia. karena pada dasarnya kita hanyalah makhluk lemah yang hina karena nafsu. Kemudian keindahan berikutnya adalah kita menikah, istri berbakti pada suami, suami bertindak sebagai pelindung istri dan keluarga. Keadaan ini juga suatu kerjasama yang menarik yang mana ada kebahagian dalam memberi dan berbagi.

Setelah itupun kita bahagia karena mempunyai keturunan, membesarkan anak anak, membentuk suatu keluarga besar. Inti yang ingin disorot disini adalah seseorang yang hadir dimuka bumi ini, jika mereka melihat dari sisi bahwa dengan bermurah hati, menggunakan akal dan potensi lainnya untuk membuat suatu kebaikan, akan menghasilkan kebaikan pula.

Itulah kebahagiaan, pada dasarnya semua sudah ada tersedia, hanya diri kita lah yang perlu mengasah kemampuan, kreativitas, menyukai orang lain, hal hal disekitar, menyukai pekerjaan kita, dan menebarkan kasih sayang dan kebahagiaan itu ke muka bumi ini.